PENTINGNYA KAJIAN MASA DEPAN (FUTUROLOGY) DALAM PEDAGOGI
Istilah futurologi dikaitkan dengan istilah-istilah
riset masa depan (future research), studi masa depan (future studies),
dan riset kebijakan, Futurologi dapat diartikan sebagai kajian atau studi
tentang berbagai kecenderungan yang mungkin terjadi di masa depan. Kajian
futurologi menjadi sangat penting bagi pedagogi karena melalui kajian ini kita
bisa menyiapkan, membangun proses, dan berusaha mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan
masa depan yang memiliki tantangan global yang belum dapat diprediksi. Apabila
kajian tentang futurology tidak digunakan maka sudah menjadi barang pasti
kompetensi anak-anak akan sangat jauh tertinggal dan tidak dapat bersaing
dengan masyarakat global. Untuk mengimplementasikan kajian futurology ini
dibutuhkanlah sebuah system yang dapat bertanggung jawab atas perkembangan
komppetensi anak, melalui pendidikan. Pendidikan diharapkan dapat menyiapkan
generasi bangsa yang dapat menghadapi dunia global dan masa akan datang dengan
baik.
Melalui pendidikan yang merupakan lembaga penyiapan
generasi bangsa diharapkan mampu menciptakan generasi yang dapat merespon
tantangan-tantangan masa depan yang diluar kapasitas manusia untuk
memprediksinya.
Beriringan dengan itu Buchori dalam Wibowo :
2007 mengemukakan bahwa “pendidikan yang baik selalu bersikap antisipatoris,
yaitu mempersiapkan generasi muda untuk jenis kehidupan di masa datang, bukan
untuk kehidupan masa kini”. Hal ini merupakan sesuatu yang mutlak bagi peran
dan fungsi pendidikan yang bersifat investatif, yakni keuntungan atau
manfaatnya dapat dirasakan setelah jangka waktu tertentu dan berkelanjutan
sepanjang hidup seseorang. Berkenaan dengan itu sudah seharusnya kebijakan
perencanaan dan implementasi program pendidikan benar-benar mempertimbangkan
berbagai kemungkinan masa depan yang semakin kompleks, cepat berubah, dan sulit
diramalkan melalui kajian futurology.
Pada abad-abad yang lalu, orang percaya bahwa
masa depan adalah pengulangan atau proses perkembangan masa lalu. Di jaman
sekarang, kepercayaan semacam itu mulai diragukan, karena seperti dikemukakan
Morin (2005) bahwa Abad ke-20 justru kehilangan masa depan sebab masa depan
benar-benar tidak dapat diperkirakan. Faktor sosiologis, ekonomis, dan faktor
lain mempengaruhi perjalanan sejarah, tetapi jalinan antara faktor-faktor
tersebut tetaplah tak teramalkan dan tidak pasti. Peat dan Briggs (1999)
menggambarkan masa depan tersebut bersifat chaos (keos atau kacau. Saat
ini kita mendiami suatu dunia yang hidup, dinamis, kreatif, dan beraneka-ragam,
yang melahirkan ketidak-pastian, yang pada akhirnya di luar pengendalian kita. (Wibowo
: 2007)
Mengutip benang merah dari sambutan Gubernur
Jakarta Dr. Anies Baswedan di 5th Islamic Education Expo Asesi Ahad
29 Oktober 2017 yang menyingung tentang pendidikan dalam rangka menyiapkan
generasi bangsa menuju masa depan.
“Pendidikan adalah tentang masa depan. Pendidikan adalah tentang
menyiapkan generasi baru. Dan Pendidikan tidak ‘membentuk’. Pendidikan
‘menumbuhkan’. Dia menumbuhkan. Karena dia ‘menumbuhkan’ maka yang diperlukan
sangat mendasar adalah bagaimana tanah tempat bibit tumbuh bisa subur. Bibit
dan tanah tempat tumbuh itu iklimnya baik. Kadang-kadang
kita melihat biji seperti melihat tanaman yang lengkap. Lalu kita ingin biji
itu punya semuanya: punya bunganya, punya seluruhnya. Tidak bisa! Karena biji
itu untuk bisa menjadi tumbuhan yang lengkap memerlukan waktu, memerlukan
proses penumbuhan biji yang baik. Membutuhkan lahan yang subur. Anak-anak saat
ini berada di abad 21, namun gurunya abad 20, ruang kelasnya abad 19, Ngaturnya
masih begini nih, dari sepuluh abad yang lalu. Sekarang berubah! Diubah!”
Komentar
Posting Komentar